Senin, 04 Juni 2012

Status Hukum Dipertanyakan, Pertamina Diminta Evaluasi Petral


Misbahol Munir - Okezone

Rabu, 14 Maret 2012

Gedung Pertamina. Foto: okezone


JAKARTA - DPR meminta Pertamina untuk mengevaluasi keberadaan dan status hukum anak perusahaannya yang berkedudukan di Singapura, yakni PT Pertamina Energy Trading Ltd (Petral).

Anggota Fraksi PPP Iskandar Sjaichu menyindir, apakah kebijakan impor minyak melalui Petral atas perintah Singapura atau Pertamina.

"Sebab Petral tak sekadar mengadakan pengadaan. Tapi kerja sama suplai jangka panjang. Pertanyaannya, kenapa Petral mengadakan sesuatu yang vital ini? Kenapa bukan Pertamina? Jika ini yang terjadi, mana induk perusahaan dan mana anak perusahaan?" kata Iskandar, seperti dikutip dalam siaran pers, di Jakarta, Rabu (14/3/2012).

Menurut rekan satu fraksi Sjaichu, Mochammad Mahfudh, pendirian Petral di Singapura hanya karena alasan-alasan bisnis atau efisiensi, maka hal ini sangat melecehkan kedaulatan kita sebagai bangsa. Sebab, kata Mahfudh, demi harga diri bangsa, kita sanggup membayar lebih mahal, bahkan nyawa pun rela kita korbankan.

"Apa alasan pendirian Petral di Singapura? Jika alasannya karena Singapura memberi keringanan pajak, alasan ini justru tidak rasional lagi, mengingat Pertamina sebagai induk Petral merupakan BUMN," ungkap anggota Fraksi Demokrat, Ferrari Roemawi.

Sementara Wakil Ketua Komisi VI DPR Erik Satrya Wardhana, menyoroti proses pembelian minyak mentah oleh Petral melalui pihak ketiga yang mengakibatkan harga yang dibayar Pertamina lebih mahal daripada seharusnya.

"Secara teoretis, pembelian minyak langsung ke produsen akan lebih murah daripada pembelian melalui supplier seperti yang sekarang ini dilakukan Petral. Mengapa Petral atau Pertamina tidak membeli langsung kepada negara produsen minyak?” ucap Erik yang juga politisi Partai Hanura ini.

Sedangkan Nasril Bahar, dari Fraksi PAN, mempertanyakan, apakah ada payung hukum atau peraturan perundangan yang menaungi Petral.

Direktur Pertamina, Karen Agustiawan pun belum menjawab apa pun terkait desakan para anggota dewan mengenai masalah impor BBM dan Petral ini. Selain karena terbatasnya waktu, ada kesan Karen menghindari bahasan ihwal Petral ini.

Terbukti, dalam pemaparannya mengenai tata niaga BBM di Indonesia, Karen sama sekali tak menyinggung peran sentral Petral dalam memasok kebutuhan BBM Indonesia dari markasnya di Singapura. (ade)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar