Kamis, 21 Juni 2012

Bos Pertamina: Tidak Ada Mafia-Mafiaan di Petral!


Rista Rama Dhany - detikfinance

Jumat, 08/06/2012 19:21 WIB
Jakarta - Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan berulang kali membantah soal mafia di anak usahanya yaitu PT Pertamina Energy Trading (Petral). Hal ini menanggapi soal tudingan-tudingan terhadap Petral yang dianggap 'sarang' mafia minyak impor.

"Tidak ada mafia di Petral," tegas Karen ketika ditemui usai mengisi kuliah umum di Universitas Indonesia, Depok, Jumat (8/6/2012).

Keyakinan tidak adanya mafia minyak di dalam tubuh Petral diyakininya, karena pihaknya sudah sangat terbuka dalam setiap tindakan Petral termasuk membuka semua data hasil trader yang dilakukan Petral.

"Kita sudah buka-bukaan, semua data trader kita (Petral) selama bertahun-tahun telah kita buka, dan tidak ada mafia-mafiaan," yakinnya.

Bahkan menurut Karen, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sudah turun tangan untuk melakukan pemeriksaan terhadap Petral.

"Jadi sudah BPK turun tangan, kita sudah diaudit oleh audit Pricewaterhouse & Coopers (PwC), jadi tinggal tunggu saja kapan laporan BPK keluar. Kalau sudah sedemikian begitu saya juga tidak tahu kenapa masih ada anggapan ada mafia di dalam tubuh Petral seperti yang dituduh selama ini," tutup Karen.



(rrd/hen) 

SBY Minta Pertamina Libatkan Pemerintah dalam Impor Minyak


Herdaru Purnomo - detikfinance

Selasa, 22/05/2012 10:00 WIB
Astana - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menghendaki tender impor minyak untuk kebutuhan RI dilakukan atas nama negara secara Goverment to Goverment (G2G). Hal ini dilakukan agar lebih menguntungkan RI dari sisi pajak, intensif dan kelebihan lain jika dilakukan atas nama negara ketimbang membeli langsung ke pedagang alias trader.

"Rencana akuisisi ladang baru maupun pembelian minyak akan dilakukan secara G2G sesuai dengan permintaan Presiden," kata Dirut Pertamina, Karen Agustiawan kepada detikFinance ketika ditemui di Hotel Radisson, Astana, Kazakhstan, Selasa (22/5/2012).

Menurut Karen, jika akuisisi ladang dan tender dilakukan melalui G2G maka akan banyak kemudahan ketimbang Pertamina sendiri yang maju. Dengan kata lain, di bawah nama negara akan lebih mempermudah bisnisnya.

"Akan ada banyak insentif seperti pajak dan sebagainya. Intinya dilakukan secara G2G itu tadi," tuturnya.

Lebih jauh Karen menyampaikan G2G yang sedang berjalan dan akan dilakukan yakni dengan Kazakhstan dan Amerika Selatan.

"Tahun ini ada beberapa yang sedang dijajaki G2G ya ini salah satunya dengan Kazakhstan dan dengan Amerika Selatan," tutup Karen.



(dru/ang) 

Dahlan Iskan: Petral Nggak Usah Dibubarkan


Feby Dwi Sutianto - detikfinance

Selasa, 22/05/2012 11:29 WIB
Foto: dok.detikFinance
Jakarta - Pemerintah tidak akan membubarkan anak usaha Pertamina yang bermarkas di Singapura, Pertamina Energy Trading (Petral) karena isu-isu korupsi. Namun fungsi Petral akan berubah.

Menteri BUMN Dahlan Iskan menyatakan, meski tidak bubar, Petral nantinya tidak akan melakukan tender pembelian BBM impor untuk Indonesia lagi.

"Petral itu nggak usah dibubarkan. Nanti kan fungsinya bisa berubah. Misalnya nanti Pertamina sudah membeli BBM langsung dari kilang dan sudah membeli minyak mentah dari pemilik sumur minyak. Nah Petral sudah tidak melakukan lagi trading untuk Pertamina. Tapi bisa saja Petral tetap hidup. Misalnya beli minyak dari Kuwait dijual ke Thailand beli minyak dari Bahrain dijual ke Filipina," tutur Dahlan di kantor Pann Multifinance, Cikini, Jakarta, Selasa (22/5/2012).

Jadi, Petral tak akan melakukan pengadaan BBM impor. Dahlan menegaskan, dirinya ingin Pertamina sebagai perusahaan minyak besar tidak lagi mengimpor minyak dari pedagang (trader) seperti yang dilakukan oleh Petral saat ini.

Pemerintah ingin agar Pertamina membeli BBM langsung dari pemilik kilang minyak, atau artinya tidak lagi melalui Petral.

"Kalau Pertamina sudah beli minyak dari, katakanlah pemilik ladang minyak,kan sudah nggak lewat Petral. Apakah Petral harus bubar? Kan dia bisa melakukan bisnis sendiri. Apa salahnya? Kan nggak ada salahnya," tutur Dahlan.

Saat ini pemerintah sedang mempersiapkan proses agar Pertamina tak lagi mengimpor BBM dari pedagang. "Sedang dipersiapkan, negosiasi kan lama, mencari pemilik kilang kan juga lama, kasih waktulah," tutup Dahlan.




(dnl/wep) 

Ikuti Dahlan Iskan, Bos Pertamina Hindari Beli Minyak dari Trader


Wahyu Daniel - detikfinance

Selasa, 15/05/2012 11:05 WIB
Foto: dok.detikFinance
Jakarta - PT Pertamina (Persero) menyatakan akan menghindari pembelian minyak dari pedagang atau trader. Ini seperti keinginan Menteri BUMN Dahlan Iskan yang meminta agar Pertamina tak impor minyak dari pedagang.

Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan mengatakan, untuk meningkatkan ketahanan pasokan energi nasional dan mendukung optimalisasi kinerja Petral, Pertamina memprioritaskan impor BBM dan minyak mentah dari berbagai sumber, khususnya National Oil Company (NOC).

"Sistem pengadaan minyak mentah dan BBM yang dilakukan selama ini telah berjalan dengan baik dan dengan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG)," kata Karen dalam pernyataannya, Selasa (15/5/2012)

Karen menyatakan Pertamina bertekad melakukan perbaikan pada proses pemenuhan kebutuhan BBM nasional. Caranya dengan berupaya untuk bisa melakukan impor langsung dari NOC, produsen minyak, dan pemilik kilang.

"Untuk itu, mulai kuartal ketiga 2012 kami akan melakukan langkah-langkah untuk merealisasikan rencana tersebut," katanya
Menurutnya hak ini harus dilakukan secara hati-hati untuk memastikan langkah tersebut tidak menimbulkan risiko, seperti kegagalan pasokan impor yang akan berakibat pada terjadinya krisis energi di dalam negeri.
"Kami menyambut baik rencana pemerintah untuk menjembatani upaya kami tersebut karena kontrak langsung biasanya perlu didahului dengan pembicaraan secara government to government (G to G)," tutur Karen.

Namun secara bertahap, Pertamina ingin mengurangi ketergantungan impor BBM dan minyak mentah. Perusahaan migas pelat merah ini akan merealisasikan proyek dua kilang terintegrasi dan ekspansi wilayah kerja eksplorasi dan produksi untuk meningkatkan cadangan minyak nasional.

Sebelumnya Menteri BUMN Dahlan Iskan meminta Pertamina tak membeli minyak dari pedagang. "Soal Pertamina, soal kemungkinan Pertamina mengimpor BBM dan minyak mentah dari sumbernya, tidak dari pedagang," ujar Dahlan kemarin.

Menurut Dahlan, sebuah perusahaan besar sebaiknya membeli bahan baku langsung dari produsennya.

"Ya Pertamina kan perusahaan besar masak beli minyak dari pedagang, perusahaan besar sebaiknya membeli langsung dari sumbernya. saya suruh mempelajari karena kalau di swasta, perusahaan besar itu beli dari sumbernya," ujarnya.




(dnl/hen) 

80% Penerimaan Negara dari Minyak & Gas Habis untuk Subsidi


Rista Rama Dhany - detikfinance

Jumat, 18/05/2012 12:38 WIB
foto:reuters
Jakarta - Penerimaan Negara dari sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) terus meningkat dari tahun ke tahun. Sayangnya subsidi energi (BBM dan listrik) juga bertambah setiap tahunnya.

Kondisi ini menyebabkan penerimaan migas terus tergerus subsidi, sehingga tidak dapat digunakan secara optimal untuk kebutuhan pembangunan nasional yang lebih produktif, seperti pembangunan infrastruktur dan lain-lain.

Kepala Divisi Humas, Sekuriti dan Formalitas Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas), Gde Pradnyana mengatakan, pihaknya terus berusaha meningkatkan penerimaan negara dari sektor migas.

Salah satu faktor meningkatnya penerimaan disebabkan naiknya harga minyak dunia. Namun, BP Migas juga melakukan berbagai upaya, seperti efisiensi biaya operasional melalui pengawasan berlapis. Dalam lima tahun terakhir, return on investment di Indonesia cukup menarik dengan rata-rata 60% bagian Negara, 16% pendapatan bersih kontraktor, sisanya untuk biaya operasi.

Selain itu, kata dia, BP Migas ditunjuk pemerintah untuk meningkatkan harga jual gas bumi. "Tahun ini dari perbaikan beberapa harga gas domestik dan ekspor penerimaan akan naik setidaknya Rp 6 triliun," katanya seperti dikutip dari situs BP Migas, Jumat (18/5/2012)

Berdasarkan data BP Migas, tahun 2011 lalu sumbangan industri migas mencapai US$ 35,233 miliar atau sekitar Rp 317,1 triliun. Jumlah ini meningkat dibanding 2010 yang pendapatannya sebesar 26,497 miliar atau sekitar Rp 238,5 triliun.

Peningkatan pendapatan migas menjadi tidak optimal karena mayoritas digunakan untuk subsidi atau sekitar 80%. "Hanya 20% digunakan untuk kegiatan lain," kata Wakil Direktur Reforminer Institut Komaidi.

Berdasarkan laporan keuangan pemerintah pusat, tahun 2009 subsidi energi dan dana bagi hasil untuk daerah sebanyak Rp 120,68 triliun. Tahun berikutnya, porsinya naik menjadi Rp 175,31 triliun. Tahun ini diperkirakan untuk subsidi energi saja mencapai Rp 170 triliun.

Berdasarkan simulasi yang dilakukan Reforminer, kuota premium dan solar tahun 2012 sekitar 38,3 juta kilo liter. Tahun 2025, diperkirakan kuotanya mencapai 69,2 juta kilo liter. Artinya, pada 2025, subsidi bahan bakar minyak menyentuh angka Rp 308 triliun. Padahal, penerimaan dari minyak diperkirakan akan berkurang sebanyak Rp 144 triliun karena produksinya yang terus menurun.

"Keadaan ini tidak dapat terus dibiarkan. Harus ada langkah konkret mengurangi ketergantungan terhadap minyak," kata Komaidi.

Praktisi Migas, Abdul Mu’in mengatakan, publik harus mulai sadar bahwa Indonesia memasuki masa krisis energi fosil, khususnya minyak. Menurutnya, sejak puncak kedua tahun 1996 sebesar 1,6 juta barel minyak per hari, produksi minyak akan terus menurun.

Pasalnya, 90 lapangan yang berproduksi masuk kategori tua. "Ditambah tidak ada lagi temuan yang tergolong lapangan besar, kecuali lapangan Banyu Urip (blok Cepu)," katanya.

Cadangan blok Cepu yang diperkirakan sebesar 450 juta barel pun jauh lebih kecil dibanding lapangan Minas dan Duri di Riau yang cadangannya mencapai 4 miliar barel.

Dia menjelaskan, peluang untuk meningkatkan cadangan masih terbuka karena dari 60 cekungan yang ada, baru 22 cekungan yang berproduksi. Kebanykan cekungan yang belum disentuh berada di kawasan Timur Indonesia yang selama ini terbuki memiliki cadangan gas yang cukup besar. Jadi tetap era minyak sudah habis, berganti dengan gas.

"Perilaku konsumsi minyak sudah semestinya diganti dengan gas, bahkan jika memungkinkan energi terbarukan," kata Mu’in.

Ketua Pelaksana Gerakan Ekayastra Unmada, Putut Prabantoro menambahkan tidak optimalnya penggunaan anggaran dari migas tidak hanya terjadi di tingkat pusat. Dana bagi hasil migas yang diperoleh daerah juga belum mensejahterahkan rakyat.

Beberapa kasus menunjukkan konflik perbatasan di daerah terjadi karena perebutan wilayah yang mengandung migas. Contohnya, Pulau Lari-larian yang diperebutkan oleh Sulawesi Barat dan Kalimantan Selatan. Di pulau tersebut terdapat cadangan gas yang dikelola Pearl Oil (Sebuku). "Migas seharusnya menjadi pemersatu, bukan pemecah belah," katanya.



(rrd/hen) 

Catatan Dahlan Iskan: Ribut-ribut Soal Petral


Wahyu Daniel - detikfinance

Senin, 21/05/2012 11:24 WIB
Foto: dok.detikFinance
Jakarta - Kadang timbul. Kadang tenggelam. Kadang timbul-tenggelam. Begitulah isu korupsi di Pertamina. Siklus timbul-tenggelam seperti itu sudah berlangsung puluhan tahun. Belum ada yang mengamati: tiap musim apa mulai timbul dan mengapa (ada apa) tiba-tiba tenggelam begitu saja.

Sejak sekitar tiga bulan lalu isu ini timbul lagi. Belum tahu kapan akan tenggelam dan ke mana tenggelamnya. Sebenarnya menarik kalau bisa dirunut, mengapa (ada apa) isu ini kembali muncul, tiga bulan lalu. Ada kejadian apa dan siapa yang pertama kali memunculkannya. Dari sini sebenarnya akan bisa diduga kapan isu ini akan tenggelam dan bagaimana cara tenggelamnya.

Kadang isu yang muncul di sekitar sewa tanker. Kadang di sekitar ekspansi Pertamina di luar negeri. Kadang pula, seperti sekarang ini, soal anak perusahaan Pertamina yang bernama Petral.

Petral adalah anak perusahaan yang 100% dimiliki Pertamina. Tugasnya melakukan trading. Jual-beli minyak. Lebih tepatnya membeli minyak dari mana saja untuk dijual ke Pertamina. Semua aktivitas itu dilakukan di Singapura. Petral memang didesain untuk didirikan di Singapura. Sebagai perusahaan Singapura Petral tunduk pada hukum Singapura.

Isu pertama: mengapa dibentuk anak perusahaan? Kedua: mengapa di Singapura? Dulu, segala macam pembelian itu dilakukan oleh induk perusahaan Pertamina di Jakarta. Apakah ketika itu tidak ada isu korupsi? Sama saja. Isunya juga luar biasa.

Tapi mengapa dipindah ke Singapura? Dan dilakukan anak perusahaan? Alasan pembenarnya adalah: supaya segala macam pembelian dilakukan oleh sebuah perusahaan trading. Direksi Pertamina jangan diganggu oleh pekerjaan trading. Alasan tidak formalnya: kalau transaksi itu dilakukan di Singapura dan tunduk pada hukum Singapura, intervensi dari mana-mana bisa berkurang.

Bagi orang korporasi seperti saya, sangat gampang menerima logika mengapa dibentuk anak perusahaan dan mengapa di Singapura. Tapi bagi publik bisa saja dianggap mencurigakan.
Bagi publik, munculnya pertanyaan (mengapa dibentuk anak perusahaan dan mengapa di Singapura) itu saja sudah sekaligus mengandung kecurigaan. Pertamina memang bisa membuktikan praktik di Petral sudah sangat clean dengan tender internasional yang fair. Tim-tim pemeriksa yang dikirim ke sana tidak menemukan praktik yang menyimpang.

Kalau begitu apa yang masih diperlukan? Di sini kelihatannya bukan hanya clean yang perlu dipertunjukkan. Tapi juga clear. Perusahaan BUMN memang tidak cukup dengan clean: tapi juga harus C & C. Harus clean and clear. Clean berurusan dengan GCG, hukum, dan penjara. Clear berhubungan dengan public trust, alias kepercayaan publik.

Perusahaan yang tidak clear, tidaklah melanggar hukum. Semua bisa dipertanggungjawabkan. Tapi perusahaan yang tidak clear tidak akan mendapatkan kepercayaan publik. Karena BUMN adalah perusahaan milik publik, maka praktik C & C menjadi sangat penting.

Di manakah letak belum clear-nya praktik trading Petral di Singapura?

Begini: Pertamina adalah perusahaan yang sangat besar. Bahkan terbesar di Indonesia. Sebagai perusahaan yang terbesar, posisi tawar Pertamina tidak akan ada bandingannya. Boleh dikata, dalam bisnis, Pertamina memiliki hak mendikte: mendikte apa saja, termasuk mendikte pemasok dan bahkan mendikte pembayaran.

Inilah yang belum clear: sebagai perusahaan terbesar mengapa Pertamina belum bisa mendikte. Mengapa masih berhubungan dengan begitu banyak trader. Mengapa tidak sepenuhnya melakukan pembelian langsung dari pemilik asal barang: membeli BBM langsung dari perusahaan kilang dan membeli crude (minyak mentah) langsung dari perusahaan penambang minyak.

Dalam satu bulan terakhir tiga kali Presiden SBY mengajak mendiskusikan soal ini dengan beberapa menteri. Termasuk saya. Arahan Presiden SBY jelas dan tegas bagi saya: benahi Pertamina. Kalau ada yang mengaku-ngaku dapat backing dari Presiden, atau dari Cikeas, atau dari Istana abaikan saja.
Bisa saja ada yang mengaku-ngaku mendapat backing dari Presiden SBY. Tapi sebenarnya tidak demikian. Jangankan Presiden SBY, saya pun, di bidang lain, juga mendengar ada orang yang mengatakan mendapat backing dari Menteri BUMN!

Presiden SBY juga menegaskan itu sekali lagi minggu lalu. Dalam pertemuan menjelang tengah malam itu diundang juga Dirut Pertamina Karen Agustiawan. Karen melaporkan sudah siap melakukan pembelian langsung, tanpa perantara lagi. Tentu diperlukan persiapan-persiapan yang matang. Tidak bisa, misalnya seperti yang diinginkan beberapa pihak, besok pagi Petral langsung dibubarkan. Pasokan BBM bisa terganggu. Dan bisa kacau-balau.

Memang kelihatannya banyak motif yang berada di belakang isu Petral ini. Setidaknya ada tiga motif:
1) Ada yang dengan sungguh-sungguh dan ikhlas menginginkan Pertamina benar-benar C&C dan bisa menjadi kebanggaan nasional.
2) Dengan adanya Petral mereka tidak bisa lagi ‘ngobyek’ dengan cara menekan-nekan Pertamina seperti terjadi di masa sebelum Petral.
3). Ada yang berharap kalau Petral dibubarkan jual-beli minyak kembali dilakukan di Jakarta dan mungkin bisa menjadi obyekan baru.

Tentu, seperti juga bensin oplos, ada juga campuran lain: politik! Ada politik anti pemerintah Presiden SBY. Tapi yang keempat ini baiknya diabaikan karena politik adalah satu keniscayaan.

Misalnya ketika ada yang menyeru: bubarkan Petral sekarang juga! Saya pikir yang dimaksud sekarang itu ya pasti ada tahapannya. Ternyata tidak. Ternyata benar-benar ada yang menginginkan Petral bubar saat ini juga. Mereka tidak berpikir panjang kalau Petral bubar sekarang, siapa yang akan menggantikan fungsi Petral. Siapa yang akan mendatangkan bensin untuk keperluan bulan depan dan beberapa bulan berikutnya.

Mungkin memang ada maksud terselubung: bubarkan Petral sekarang juga, biar terjadi kelangkaan BBM dan terjadilah gejolak sosial. Ini mirip-mirip dengan logika: jangan naikkan harga BBM dan pemakaiannya juga jangan melebihi 40 juta kiloliter setahun! Logika Joko Sembung yang tidak nyambung.

Tentu saya tidak akan terpancing pemikiran pendek seperti itu. Yang harus dilakukan Pertamina adalah langkah yang lebih mendasar: sebagai perusahaan raksasa, Pertamina, seperti ditegaskan Presiden SBY setegas-tegasnya, tidak boleh lagi membeli minyak dari perantara. Langkah seperti itu sebenarnya sudah mulai dilakukan oleh Pertamina. Tapi belum semua. Jadinya tenggelam oleh pembelian yang masih dilakukan lewat Petral.

Apakah kelak setelah Pertamina tidak lagi membeli minyak dari perantara otomatis tidak akan ada yang dipersoalkan? Tidak dijamin. Akan terus ada yang mempersoalkan. Misalnya:
1) Mengapa membeli langsung kalau pedagang bisa memberikan harga lebih murah? (Dalam dunia bisnis, tidak dijamin pemilik barang menjual lebih murah dari pedagang. Bisa saja pedagang kuat membeli barang dalam jumlah besar dengan diskon yang tinggi. Lalu menjual kepada konsumen dengan harga lebih murah).
2) Pertamina (atau siapa pun) dapat komisi dari pemilik barang.
3) Mengapa membeli langsung kepada pemilik barang? Mengapa tidak pakai tender terbuka saja?

Dan banyak lagi yang masih akan dipersoalkan karena pada dasarnya memang banyak orang yang hobinya mempersoalkan apa saja.

Tapi ribut-ribut seperti itu tidak akan lama. Syaratnya manajemen Pertamina terus secara konsisten menjaga integritas. Tidak mudah memang. Dan memerlukan waktu yang panjang untuk membuktikan konsistensi itu.

Tapi dalam menjaga integritas itu Pertamina tidak akan sendirian. Perkebunan sawit BUMN juga harus melakukan hal yang sama. Misalnya dalam pembelian pupuk. Sebagai perusahaan perkebunan terbesar di Indonesia, tentu aneh kalau PTPN masih membeli pupuk dari perantara. Perkebunan gula idem ditto.

PLN juga harus membeli batubara langsung dari pemilik tambang. Dan ini sudah dilakukan sejak dua tahun lalu: semua pemasok adalah pemilik tambang . Tidak ada lagi perantara batubara di PLN dalam dua tahun terakhir. Awalnya memang ribut-ribut terus, tapi sekarang sudah kempes.

Inilah prinsip yang harus dipegang:


  • Dengan clean kita memang tidak akan masuk penjara secara fisik.
  • Tapi dengan clear kita tidak akan masuk penjara secara rohani.
  • Hukum cukup menghendaki clean. Publik menghendaki clean and clear.
Oleh Dahlan Iskan
Menteri Negara BUMN
(sumber: situs kementerian BUMN)


(dnl/hen) 

Kisah Pertemuan SBY dan Dahlan Iskan Bahas Pembubaran Petral


Wahyu Daniel - detikfinance

Senin, 21/05/2012 12:06 WIB
Jakarta - Dalam sebulan terakhir ini, Menteri BUMN Dahlan Iskan intensif bertemu Presiden SBY membahas soal isu pembubaran Petral dan korupsi di Pertamina yang kembali muncul.

"Presiden SBY mengajak mendiskusikan soal ini (Petral) dengan beberapa menteri. Termasuk saya. Arahan Presiden SBY jelas dan tegas bagi saya: benahi Pertamina." kata Dahlan dikutip dari situs BUMN, Senin (21/5/2012).

Dahlan mengatakan, dalam pertemuan tersebut Presiden SBY meminta Dahlan dan Pertamina mengabaikan pihak-pihak yang mencoba menekan Pertamina dengan mengaku mendapatkan backing dari Presiden SBY.

"Kalau ada yang mengaku-ngaku dapat backing dari Presiden, atau dari Cikeas, atau dari Istana abaikan saja. Bisa saja ada yang mengaku-ngaku mendapat backing dari Presiden SBY. Tapi sebenarnya tidak demikian. Jangankan Presiden SBY, saya pun, di bidang lain, juga mendengar ada orang yang mengatakan mendapat backing dari Menteri BUMN!" tegas Dahlan.

Minggu lalu, SBY juga mengadakan pertemuan menjelang tengah malam dengan Dahlan dan Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan. Beberapa isu soal kebiasaan Pertamina yang masih mengimpor BBM via trader atau pedagang juga disinggung.

"Karen melaporkan sudah siap melakukan pembelian langsung, tanpa perantara lagi. Tentu diperlukan persiapan-persiapan yang matang. Tidak bisa, misalnya seperti yang diinginkan beberapa pihak, besok pagi Petral langsung dibubarkan. Pasokan BBM bisa terganggu. Dan bisa kacau-balau," tutur Dahlan.

Menurut Dahlan, kelihatan banyak motif yang berada di belakang isu Petral ini. Setidaknya ada tiga motif:


  1. Ada yang dengan sungguh-sungguh dan ikhlas menginginkan Pertamina benar-benar C&C dan bisa menjadi kebanggaan nasional.
  2. Dengan adanya Petral mereka tidak bisa lagi ‘ngobyek’ dengan cara menekan-nekan Pertamina seperti terjadi di masa sebelum Petral.
  3. Ada yang berharap kalau Petral dibubarkan jual-beli minyak kembali dilakukan di Jakarta dan mungkin bisa menjadi obyekan baru.


(dnl/hen)