Senin, 04 Juni 2012

Pertamina Minta Harga Mogas TPPI Sama dengan Petral






JAKARTA - PT Pertamina (Persero) menginginkan harga pembelian mogas (premium dengan kadar oktan 88) dari PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI), perusahaan petrokimia, dalam perjanjian restrukturisasi utang (MRA) yang masih dibahas saat ini, sama dengan formula harga Pertamina Energy Trading Limited (Petral), anak usaha Pertamina di sektor perdagangan minyak, yaitu Mid Oil Platts of Singapore (MOPS) minus US$ 0,86 per barel.

M Afdhal Bahauddin, Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Resiko Pertamina, mengatakan penggunaan formula harga yang sama dengan Petral agar pun tidak dirugikan.

"Kami ingin semua seperti MRA, harga mogas 88 merujuk harga beli Petral," ujarnya.

TPPI dan Pertamina bersama dua kreditor lainnya, yaitu Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) dan PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) telah menandatangani perjanjian restrukturisasi utang pada 23 Desember 2011. Berdasarkan perjanjian itu, paling lambat 75 hari setelah penandatanganan MRA itu, TPPI harus melunasi utangnya yang berbentuk tunai senilai Rp 1 triliun dan US$ 400 juta.


Namun, berdasarkan rapat koordinasi bidang perekonomian pada 12 Maret, diputuskan restrukturisasi utang TPPI yang dijadwalkan efektif pada 12 Maret itu diundur hingga 30 hari ke depan. Dengan demikian, pelunasan utang TPPI berbentuk kas kepada tiga kreditor tersebut mundur sebulan.

Erik Satrya Wardhana, Wakil Ketua Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat, mengungkapkan pada rapat tersebut pemerintah memutuskan harga penjualan mogas dari kilang TPPI ke Pertamina memakai formula harga MOPS ditambah Rp 500 per liter sampai stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU), termasuk penyimpanan, distribusi, dan margin SPBU. Bila Pertamina menyetujui klausul tersebut, perseroan membeli mogas lebih tinggi US$ 9,69 per barel dibanding harga Petral. Itu berarti negara berpotensi merugi sebesar Rp 1,5 triliun per tahun. "Dengan jangka waktu kontrak 10 tahun, total kerugian negara mencapai Rp 15 triliun," ujarnya.

Selain itu, tambah Erik, dari sisi operasional, Pertamina juga akan dirugikan akibat penyimpanan dan pendistribusian 238,5 juta liter premium per bulan dari TPPI. Anak usaha PT Tuban Petrochemical Indotama tersebut sebelumnya berencana memproduksi mogas sebanyak 50 ribu barel per hari.

Dalam keputusan rapat di Kantor Menteri Perekonomian tersebut menurut Erik dinyatakan pula ongkos yang diberikan kepada Pertamina sebesar Rp 163 per liter. Sementara biaya penyimpanan dan pendistribusian produk premium (mogas) yang dikeluarkan Pertamina selama ini Rp 415 per liter, sehingga merugi sebesar Rp 252 per liter. Ini berarti, perseroan akan merugi sebesar Rp 721 miliar per tahun.

"Kami mendesak pemerintah untuk meninjau ulang restrukturisasi utang TPPI tersebut, karena akan semakin menambah inefisiensi Pertamina dalam pengadaan BBM jenis premium yang selama ini disubsidi lewat APBN," tuturnya.

Jero Wacik, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, mengatakan klausul dalam pembahasan MRA TPPI masih dibahas oleh pemerintah dan tiga kreditor, sehingga tidak ada yang dirugikan dalam proses restrukturisasi utang TPPI ini, termasuk negara. "Ini masih dalam proses agar negara masih memiliki keuntungan, ada waktu sebulan membereskannya. Kami ingin negara lebih banyak diuntungkan dari restrukturisasi ini," ujarnya.

Jero menilai langkah pemerintah untuk merestrukturisasi utang TPPI lebih baik daripada aset TPPI itu dibiarkan begitu saja atau dibangkrutkan. Bila utang TPPI direstrukturisasi, negara masih berpotensi memiliki keuntungan dari produksi kilang TPPI, sementara bila dibiarkan begitu saja tidak akan mengahasilkan apa pun.

Satya W Yudha, anggota Komisi VII Dewan, menilai restrukturisasi diperlukan agar negara tidak dirugikan. Kalau pun masih ada klausul yang belum disepakati, itu harus dinegosiasikan ulang agar tidak ada yang dirugikan.

Menurut Komaidi, Deputi Direktur ReforMiner Institute, mekanisme default berpeluang untuk dilakukan, apalagi gugatan arbitrase Pertamina telah dimenangkan Badan Arbitrase Nasional Indonesia. Fuad Bawazier, Mantan Menteri Keuangan, menilai kilang TPPI sebaiknya diambil alih menjadi anak usaha Pertamina.

Amir Sambodo, Direktur Utama Tuban Petrochemical, hingga berita ini diturunkan belum bisa dikonfirmasi.

Sumber: Indonesia Finance Today, 22 Maret 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar